Home » » Kuartal II, Defisit Transaksi Berjalan 2,5 Persen

Kuartal II, Defisit Transaksi Berjalan 2,5 Persen

Written By JUFRI on Thursday 2 July 2015 | 02:25

Katadata

KATADATA – Defisit transaksi berjalan pada kuartal II diprediksi berada di posisi 2,5 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Angka ini lebih rendah dibandingkan defisit pada periode yang sama tahun lalu sebesar 3,92 persen.

“Kuartal II ini kemungkinan hanya (defisit transaksi berjalan) 2,5 persen PDB, dan ke depannya agak sedikit turun,” kata Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR, Kamis (2/7).

Turunnya defisit transaksi berjalan tersebut disebabkan oleh berkurangnya tekanan impor minyak dan gas bumi (migas). Ini seiring dengan kebijakan pemerintah mengalihkan subsidi bahan bakar minyak (BBM) sejak akhir tahun lalu.

Hingga Mei, defisit migas tercatat sebesar US$ 1,99 miliar atau turun 64 persen dibandingkan defisit pada periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 5,50 miliar. Secara total, neraca perdagangan selama periode Januari-Mei 2015 mengalami surplus US$ 3,75 miliar.

Perry menyebutkan, hingga akhir 2015 defisit transaksi berjalan diperkirakan berada di level 2,5 persen terhadap PDB, atau secara nominal sebesar US$ 21 miliar. Angka ini turun dibandingkan tahun lalu sebesar US$ 25,4 miliar atau 2,9 persen terhadap PDB.

“Itu (berkurangnya defisit) memang menunjukkan faktor positif. Meski tertekan, nilai rupiah lebih stabil dari sisi fundamental,” kata dia.

Faktor yang juga mempengaruhi rupiah adalah laju inflasi yang sudah menunjukkan perbaikan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi Juni sebesar 0,54 persen. Meski naik dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 0,50 persen, inflasi Juni masih lebih rendah dari prediksi. BI, misalnya, memprediksi inflasi akan berada di kisaran 0,6 persen-1 persen. Sementara konsensus analis memperkirakan inflasi berada di angka 0,65 persen.

Kendati demikian, BI tetap memantau perkembangan ekonomi global yang turut mempengaruhi kurs rupiah. Terutama yang berasal dari faktor gagal bayar utang Yunani dan rencana kenaikan suku bunga the Fed. Kedua isu ini menjadi faktor yang menekan nilai tukar rupaih.

“Inflasi dan defisit transaksi berjalan menurun. Itu faktor fundamental dalam negeri yang mendorong positifnya rupiah ke depan. Bisa mendorong stabilitas kondisi rupiah. Cuma, memang kondisi global terkait Fed Rate, krisis Yunani masih menjadi kendala,” kata Perry.

Dia menambahkan, bank sentral tidak ragu untuk mengintervensi pasar jika pergerakan rupiah tidak terkendali. “BI terus melakukan pemantauan,” tutur dia.

Ekonom PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Agustinus Prasetyantoko mengatakan, BI sulit menurunkan suku bunga acuan (BI Rate), meski inflasi dan defisit transaksi berjalan menunjukkan perbaikan. Kekhawatiran atas kondisi Yunani bakal menyebabkan dolar Amerika Serikat (AS) menguat.

“Kalau Yunani kolaps, Eropa bergejolak, ya global kena. Kalau dampaknya signifikan, rupiah bisa terkena,” kata dia kepada Katadata. “Faktanya memang begitu (rupiah sulit menguat), yaa harus diperhatikan fiskal defisit dan beban utangnya.”

Sumber : Kuartal II, Defisit Transaksi Berjalan 2,5 Persen

Berita lainnya dari KATADATA.CO.ID :

Pertamina Kerja Sama dengan Pelni dan Pupuk Indonesia

Kontroversi Taksi Uber di 16 Negara

Bunga Diturunkan, BRI Sebut KUR Masih Menguntungkan

Katadata on Facebook | Twitter | Google +



via Katadata.co.id
Share this article :

0 comments:

Post a Comment

 
Copyright © 2013. Yuk Bisnis Property - All Rights Reserved