KATADATA – Pemerintah dinilai tidak mempersiapkan kebijakan di bidang perpajakan dengan matang. Akibatnya, ketidaksiapan ini menimbulkan gangguan bagi dunia usaha.
“Kantor Pajak memiliki inisiatif baru yang sayangnya sering berubah karena (persiapannya) kurang matang,” kata Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Darmin Nasution saat memberikan paparan dalam dialog ISEI dengan tajuk “Presiden Menjawab Tantangan Ekonomi” di Jakarta Convention Center, Kamis (9/7).
Menurut dia, ketidaksiapan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dalam mengeluarkan kebijakan tidak lepas dari target penerimaan pajak pada tahun ini yang ambisius. Dalam APBN-Perubahan 2015, target penerimaan pajak sebesar Rp 1.294,3 triliun, naik 32 persen dari realisasi tahun lalu Rp 981,9 triliun.
“Karena target yang dicapai memang terlalu besar. Yang kalau mau dicapai dalam waktu singkat itu pekerjaan luar biasa berat,” kata mantan Direktur Jenderal Pajak tersebut.
Padahal, lanjut dia, target pajak yang terlalu tinggi tidak sejalan dengan tujuan kebijakan fiskal yang mestinya akomodatif di tengah perlambatan ekonomi.
Presiden Joko Widodo yang berbicara setelah Darmin memaparkan isu di bidang perpajakan memang terlalu mudah bergulir. Pemerintah tidak pernah mewacanakan beberapa kebijakan yang akan dilakukan pada tahun ini. “Seperti masalah bea materai, kami tidak pernah keluarkan sama sekali, tapi selalu saja digoreng-goreng,” kata Presiden.
Persoalan pajak merupakan salah satu dari lima pokok yang disorot oleh ISEI dalam pertemuan ini. dalam pemaparannya, Darmin mengatakan, langkah pemerintah mencabut subsidi bahan bakar minyak (BBM) merupakan langkah positif untuk menambah kapasitas APBN-P 2015. Namun, itu jadi persoalan jika pengalihan dana subsidi tersebut lamban dibelanjakan, maka tidak berdampak pada pertumbuhan ekonomi.
“Mudah-mudahan belanja semester II akan membaik untuk melawan tendensi perlambatan ekonomi,” kata mantan Gubernur Bank Indonesia ini.
Kemudian yang juga disorot adalah persoalan harga dan pasokan bahan pangan pokok karena hal ini terkait inflasi yang berpengaruh pada daya beli masyarakat. Darmin juga merekomendasikan agar nilai pemerintah menjaga tukar rupiah. “Yang juga perlu digalakkan adalah menabung sebagai pendalaman pasar keuangan,” tuturnya.
Ekonom Universitas Indonesia Lana Soelistianingsih menyarankan, pemerintah menggeser permulaan tahun fiskal dari 1 Januari ke 1 April. Hal ini untuk menyesuaikan antara waktu penerimaan negara dari pajak dengan pengeluaran belanja modal pemerintah.
Selama ini serapan anggaran selalu rendah di kuartal I dan kuartal II, dan tinggi di kuartal III dan kuartal IV. Ini karena pada kuartal I, pemerintah tidak memiliki cashflow untuk melakukan belanja modal, lantaran penerimaan pajak baru mulai pada Maret.
“Kalau ada pergeseran tahun fiskal, pemerintah dapat melakukan penggalangan dana di awal yang bisa langsung digunakan pada kuartal I tahun fiskal. Jadi pemerintah memiliki empat kuartal penuh untuk melakukan belanja modal,” kata dia.
Sumber : Target Ambisius, Kebijakan Pajak Jadi Tak Matang
Berita lainnya dari KATADATA.CO.ID :
Bank Dunia Revisi Target Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Minat Pertamina di Blok Sanga-Sanga Terganjal Akses Data
DPR Cari Solusi Hukum untuk Freeport
Katadata on Facebook | Twitter | Google +
via Katadata.co.id
0 comments:
Post a Comment